Newest Post
Archive for Oktober 2015
Alat musik
Kacapi ( kecapi)
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi
Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut
sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga
bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya
dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu,
perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Sinrili
alat musik yang mernyerupai biaola cuman
kalau biola di mainkan dengan membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan
dalam keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
Gendang
Pa' Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk
dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
Suling
seruling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga
jenis, yaitu:
• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah
punah.
• Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi
dan dimainkan bersama penyanyi
• Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah
Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau
acara penjemputan tamu.
Seni Tari
• Tari pelangi; tarian pabbakkanna
lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika
kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda
kesyukuran dan kehormatan.
• Tari Pattennung; tarian adat yang
menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi
kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan
perempuan-perempuan Bugis.
• Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari;
tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali
ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa’, tari Pa’galung,
dan tari Pabbatte (biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi
Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut
sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga
bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya
dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu,
perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga
jenis, yaitu:• Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
• Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi
• Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
• Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.
• Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa’, tari Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).
Kali ini
kita ingin memperlihatkan Wisata Kuliner Khas Makassar. Banyak
Wisatawan sangat menggemari masakan khas Kota Daeng karena rasanya
yang khas dan mantap abis. Berikut beberapa kuliner khas Makassar:
1. Coto
Makassar
Coto
Makassar atau Coto Mangkasara adalah makanan tradisional Makassar, Sulawesi
Selatan. Makanan ini terbuat dari jeroan (isi perut) sapi yang direbus
dalam waktu yang lama. Rebusan jeroan bercampur daging sapi ini kemudian
diiris-iris lalu dibumbui dengan bumbu yang diracik secara khusus. Coto dihidangkan
dalam mangkuk dan dimakan dengan ketupat dan “burasa”. Saat ini Coto Mangkasara
sudah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia,
mulai di warung pinggir jalan hingga restoran. Sangat mudah mendapatkan pa’balu
Coto (Penjual Coto) di Makassar, kisaran harganya pun lumayan murah sekitar Rp
5.000 – an. Sekedar saran kalau ingin menjajal Coto yang paling enak di Kota
Daeng adalah Warung Coto Daeng, Warung Coto Paraikatte Jalan Pettarani, dan
Warung Coto Jalan Gagak. Direncanakan Coto Makassar akan menjadi salah satu
menu pada penerbangan domestik Garuda Indonesia dari dan ke Makassar.
2. Sop Konro
Sop konr
Masakan khas
daerah Makassar, selain Coto adalah Sop Konro. Makanan ini disajikan dalam dua
bentuk, yaitu sop berkuah maupun dibakar dengan bahan-bahan dasar seperti
tulang rusuk sapi atau kerbau, dimasak/dibakar dengan bumbu ketumbar, jintan,
sereh, kaloa, bawang merah, bawang putih, garam, vitsin yang sudah dihaluskan.
Sop Konro pada umumnya disajikan/dimakan bersama nasi putih dan sambal. Rasanya
sangat Khas dengan bumbu yang sangat terasa. Kisaran harganya Rp 10.000 – an.
Saran tempat yang paling enak adalah Konro Jalan Singa yang pernah masuk SCTV.
3. Barobbo’
barobbo’
Barobbo
adalah bubur jagung khas Bugis Makassar, rasanya enak dan mengenyangkan.
Barobbo’ adalah campuran irisan jagung muda, sayur-sayuran, ayam atau udang
yang dimasak dan menjadi bubur yang super lezat. Di sudut kota Makassar ada
beberapa warung yang menyediakan kuliner ini, tetapi di daerah sulawesi selatan
biasanya setiap musim jagung tiba ini adalah menu yang mempersatukan,
seringkali kita mendengar Barobbo’ Party/ pesta barobbo.
4. Sop
Saudara
sop saudara
Satu lagi
makanan unik yang dapat ditemui di Kota Makassar, namanya Sop Saudara. Anda
dapat menemui tempat makanan yang menyajikan kuliner ini di Jalan Andalas,
persis di samping Masjid Raya Agung Makassar yang dibangun oleh keluarga Jusuf
Kalla.
Tetapi kalau
yang betul-betul asli carilah hidangan Sop Saudara dari daerah Pangkep. Dijamin
Ma’nyuss. Sop Saudara merupakan masakan khas daerah yang berupa sop
berkuah dengan bahan-bahan dasar seperti daging sapi/kerbau yang dimasak dengan
aneka bumbu dan disajikan bersama nasi putih atau ketupat dengan Ikan Bakar
sebagai tambahan lauknya.
Satu Porsi
sekitar Rp 10.000 – Rp 15.000 an
5. Kapurung
Kapurung
Kapurung
adalah salah satu makanan khas tradisional di Sulawesi Selatan, khususnya
masyarakat daerah Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur)
Makanan ini terbuat dari sari atau tepung sagu. Di daerah Maluku dikenal dengan
nama Papeda. Kapurung dimasak dengan campuran ikan atau daging ayam dan aneka
sayuran. Meski makanan tradisional, Kapurung mulai populer. Selain ditemukan di
warung-warung khusus di Makassar juga telah masuk ke beberapa restoran,
bersanding dengan makanan modern.Di daerah Luwu sendiri nama Kapurung’ ini
sering juga di sebut Pugalu.
6. Pisang
Epe
pisang epe
Pisang Epe
adalah salah satu jajanan khas Makassar, makanan ini terbuat dari pisang yang
dibakar lalu di epe ( digepengkan / dipipihkan ) dan disiram dengan gula merah
cair ber-aroma durian. Pisang Epe ini juga bervariasi, ada yang ditaburi kelapa
sangrai, keju , coklat ataupun kacang panggang. Kalau mau menemukan Pisang Epe
silahkan anda menelusuri jalan sepanjang Pantai Losari, disana banyak sekali
Penjual Pisang Epe. Harganya pun relatif murah, sekitar Rp 5.000-an satu
porsinya.7. Es Pallu Butung
Es pallu butung
Es Pallu
Butung adalah makanan penutup sangat populer dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Es ini biasa tersaji di warung-warung atau rumah makan di Makassar, serta di
pinggiran jalan di Makassar. Apalagi kalau Bulan Ramadhan, mungkin ini
makanan terlaris di Kota daeng. Paduan Pisang Raja dan Kuah putih yang mantap,
anda harus merasakan sensasi kuliner yang satu ini. Harga per porsi
biasanya Rp 5.000-an.
pisang ijo
Ini adalah
hidangan khas dari Makassar, hidangan ini paling enak jika dinikmati pada saat
cuaca panas. Es pisang ijo terbuat dari pisang raja atau kepok, dibungkus
dengan tepung terigu yang sudah diberi santan dan air daun pandan atau pasta
pandan sebagai pewarna dan pengharum sehingga berwarna hijau, disajikan dengan
saus yang diberi es serut, kacang goreng/sangrai yang ditumbuk kasar dan
sirup. Jadi kata ijo itu bukan menunjukkan bahwa jajanan ini terbuat dari
pisang hijau tetapi dari tepung pembungkusnya yang berwarna hijau dari daun
pandan.
9. Barongko
Barongko
Barongko adalah makanan penutup khas daerah Bugis-Makassar yang dibuat dari buah Pisang Kepok matang yang dikukus dengan daun pisang. Dahulu paada masa pemerintahan kerajaan di Sulawesi Selatan, Barongko merupakan makanan penutup yang mewah, dan hanya disajikan untuk Raja-raja, dan disajikan pada moment-moment tertentu, seperti acara perkawinan, ulang tahun, dan lain. lain. Untuk menambah cita rasa dan selera, bahan dasar Barongko biasanya ditambah dengan irisan buah Nangka atau Kelapa muda.
Suku Bugis atau to Ugi’ adalah salah satu suku di antara sekian banyak suku
di Indonesia. Mereka bermukim di Pulau Sulawesi bagian selatan. Namun, dalam
perkembangannya, saat ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh
Nusantara. Ugi bukanlah sebuah kata yang memiliki makna. Tapi merupakan
kependekan dari La Satumpugi, nama seorang raja yang pada masanya menguasai
sebagian besar wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. La Satumpugi terkenal baik
dan dekat dengan rakyatnya. Rakyatnya pun menyebut diri mereka To Ugi, yang
berarti Orang Ugi atau Pengikut Ugi. Dalam perjalanannya, seiring gerakan ke-Indonesiaan,
Ugi dibahasa-Indonesiakan menjadi Bugis dan diidentifikasikan menjadi salah
satu suku resmi dalam lingkup negara Republik Indonesia.
I. Kebudayaan Suku Bugis
Budaya–budaya Bugis sesungguhnya yang
diterapkan dalam kehidupan sehari–hari mengajarkan hal–hal yang berhubungan
dengan akhlak sesama, seperti mengucapkan tabe’ (permisi) sambil berbungkuk
setengah badan bila lewat di depan sekumpulan orang-orang tua yang sedang
bercerita, mengucapkan iyé’ (dalam bahasa Jawa nggih), jika menjawab pertanyaan
sebelum mengutarakan alasan, ramah, dan menghargai orang yang lebih tua serta
menyayangi yang muda. Inilah di antaranya ajaran–ajaran suku Bugis sesungguhnya
yang termuat dalam Lontara‘ yang harus direalisasikan dalam kehidupan
sehari–hari oleh masyarakat Bugis.
Umumnya rumah orang Bugis berbentuk rumah
panggung dari kayu berbentuk segi empat panjang dengan tiang-tiang yang tinggi
memikul lantai dan atap. Konstruksi rumah dibuat secara lepas-pasang (knock
down) sehingga bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
Orang Bugis memandang rumah tidak hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga
sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat manusia dilahirkan, dibesarkan,
kawin, dan meninggal. Karena itu, membangun rumah haruslah didasarkan tradisi
dan kepercayaan yang diwarisi secara turun temurun dari leluhur. Konstruksi
berbentuk panggung yang terdiri atas tingkat atas, tengah, dan bawah diuraikan
yaitu :
Tingkat atas digunakan untuk menyimpan padi dan benda-benda pusaka.
Tingkat tengah, yang digunakan sebagai tempat tinggal, terbagi atas
ruang-ruang untuk menerima tamu, tidur, makan dan dapur. Tingkat dasar yang
berada di lantai bawah diggunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian, dan
kandang ternak. Rumah tradisional bugis dapat juga digolongkan berdasarkan
status pemiliknya atau berdasarkan pelapisan sosial yang berlaku.
A. SISTEM RELIGI
Pada mulanya, agama Suku Bugis adalah
animisme yang diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat di sini merupakan
pengikut aliran kepercayaan sure galigo, yaitu sebuah kepercayaan pada dewa
tunggal yang sering mereka sebut dengan Patoto E. Bahkan, sampai saat ini masih
ada masyarakat Bugis yang mempercayai aliran ini. Namun animisme itu terkikis
sejak ulama asal Sumatera bernama Datuk Di Tiro menyebarkan ajaran Islam di
Sulawesi Selatan. Islam kemudian menjadi agama utama Suku Bugis hingga kini.
Islam masuk ke daerah Suku Bugis sekitar abad ke 17, melalui para pedagang
Melayu. Ajaran Islam yang mudah diterima oleh masyarakat setempat membuat agama
ini menjadi pilihan di antarakeberagaman agama lainnya. Mereka bisa menerima
Islam dengan baik karena menurut mereka ajaran Islam tidak mengubah nilai-nail,
kaidah kemasyarakatan dan budaya yang telah ada.
Walaupun demikian, beberapa komunitas Suku Bugis tidak
mau meninggalkan animisme. Ketika Pemerintah Indonesia menawarkan kepada mereka
lima agama untuk dianut, mereka lebih memilih agama Budha atau Hindu yang
mereka anggap menyerupai animisme mereka. Maka jangan heran kalau ada orang
Bugis yang menunjukkan KTP-nya bertuliskan agama Budha atau Hindu.
B. SISTEM ORGANISASI KEMASYARAKATAN
Suku Bugis merupakan suku yang menganut
sistem patron klien atau sistem kelompok kesetia kawanan antara pemimpin dan
pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat
kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya
dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal
berkarakter keras dansangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan
nama keluarga.
Sedangkan sistem kekerabatan orang Bugis
disebut assiajingeng yang mengikuti sistem bilateral atau sistem yang mengikuti
pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu. Garis keturunan berdasarkan
kedua orang tua sehingga seorang anak tidak hanya menjadi bagian dari keluarga
besar ayah tapi juga menjadi bagian dari keluarga besar ibu.
Hubungan kekerabatan atau assiajingeng ini
dibagi dua yaitu siajing mareppe(kerabat dekat) dan siajing mabella (kerabat
jauh). Kerabat dekat atau siajing mareppe adalah penentu dan pengendali
martabat keluarga. Siajing mareppe inilah yang akan menjadi tu masiri’ (orang
yang malu) bila ada perempuan anggota keluarga mereka yang ri lariang (dibawa
lari oleh orang lain). Mereka punya kewajiban untuk menghapus siri’ atau malu
tersebut.
Anggota siajing mareppe didasarkan atas dua jalur, yaitu reppe mereppe atau
anggota kekeluargaan berdasarkan hubungan darah dan siteppang mareppe(sompung
lolo) atau anggota kekeluargaan berdasarkan hubungan perkawinan.
C. SISTEM PENCAHARIAN
Wilayah Suku Bugis terletak di dataran
rendah dan pesisir pulau Sulawesibagian selatan. Di dataran ini, mempunyai
tanah yang cukup subur, sehingga banyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai
petani. Selain sebagai petani, SukuBugis juga di kenal sebagai masyarakat
nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai tanah yang subur dan cocok
untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat mereka adalah pelaut.
Suku Bugis mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut.Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau
sampai ke seluruh negeri dengan menggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan,
kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga luar
negeri, di antara wilayah perantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei,
Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal
sebagai suku yang hidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran
untuk berdagang dan mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini
juga disebabkan oleh faktor sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu.
D. SISTEM TEKNOLOGI DAN PERALATAN
Dengan terciptanya peralatan untuk hidup
yang berbeda, maka secaraperlahan tapi pasti, tatanan kehidupan perorangan,
dilanjutkan berkelompok,kemudian membentuk sebuah masyarakat, akan penataannya
bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut. Peralatan hidup ini
dapat pula disebut sebagaihasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa umum,
hasil ciptaan yang berupaperalatan fisik disebut teknologi dan proses
penciptaannya dikatakan ilmupengetahuan dibidang teknik.Sejak dahulu,
suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelautyang ulung. Mereka sangat
piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di
Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.
1. Perahu Pinisi
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat
Bugisyang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di
dalamnaskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada
sekitar abad ke-14M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali
dibuat olehSawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat
perahutersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal
sangatkokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang,
terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya
bersedia pindah ke pohon lainnya. Hingga saat ini, Kabupaten
Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi.
2. Sepeda dan Bendi
Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat
pertanian Tadisional ini adalahbukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu
bangsa indonesia khususnyamasyarakat Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai
masyarakat yang bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok.
3. Koleksi peralatan menempa besi dan hasilnya
Jika anda ingin mengenali lebih jauh
tentang sisi lain dari kehidupan masalampau masyarakat Sulawesi Selatan, maka
anda dapat mengkajinya melaluikoleksi trdisional menempa besi, Hasil tempaan
berupa berbagai jenis senjatatajam, baik untuk penggunan sehari – hari maupun
untuk perlengkapan upacaraadat.
4. Koleksi Peralatan Tenun Tradisional
Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional
ini, dapat diketahui bahwabudaya menenun di Sulawesi Selatan diperkirakan
berawal dari jaman prasejarah,yakni ditemukan berbagai jenis benda peninggalan
kebudayaan dibeberapa daerahseperti leang – leang kabupaten maros yang
diperkirakan sebagai pendukung pembuat pakaian dari kulit kayu dan serat –
serat tumbuhan-tumbuhan. Ketika pengetahuan manusia pada zaman itu mulai
Berkembang mereka menemukan cara yang lebih baik yakni alat pemintal tenun
dengan bahan baku benang kapas. Dari sinilah mulai tercipta berbagai jenis
corak kain saung dan pakaian tradisional.
E. BAHASA DAN LITERATUR
Dalam kesehariannya hingga saat ini orang
bugis masih menggunakan bahasa “Ugi” yang merupakan bahasa keluarga besar dari
bahasa Austronesia Barat. Selain itu, orang Bugis juga memilikis aksara sendiri
yakni aksara lontara yang berasal dari huruf Sansekerta. Bahkan uniknya, logat
bahasa Bugis berbeda di setiap wilayahnya; ada yang kasar dan ada yang halus.
Bahasa, yang dimiliki Suku Bugis menandakan satu hal: Suku Bugis pada masanya memiliki
peradaban yang luar biasa hebatnya. Nenek moyang Suku Bugis adalah orang-orang
pintar yang mampu menciptakan dan mewariskan ilmu pengetahuan.
Referensi :
https://zulfaworld.wordpress.com/2014/03/19/kebudayaan-suku-bugis/
Diberdayakan oleh Blogger.






